GENERASI WACANA

Oleh Rhenald Kasali

Saya sering kasihan melihat anak-anak muda yang makin pintar tetapi hidupnya galau. Penyebabnya beragam. Misalnya, karena hal sepele saja. Belum lagi tamat SMA, mereka sudah dikejar-kejar orang tuanya, "Mau kuliah di mana? Swasta atau negeri?"

Bahkan, sampai menjelang lulus SMA sekalipun, masih banyak yang bingung mau kuliah di mana dan jurusan apa? Jangan heran kalau banyak yang salah jurusan.

Bahkan, sarjana nuklir pun berkarir di bank, sarjana pertanian jadi wartawan, dan seterusnya. Susah-susah kuliah di fakultas kedokteran, namun begitu lulus maunya jadi motivator.

Karena sejak awal sudah galau, setelah lulus tetap galau. Generasi ini pada gilirannya bermetamorfosis menjadi generasi wacana. Jadi, karena dulu selalu galau, setelah lulus hanya mampu berwacana. Ribut melulu. Paling jauh cuma bisa berbuat heboh di media sosial, membuat meme, tetapi tidak berani bertindak. Apalagi menggambil keputusan.

SUARANYA LANTANG

Indikatornya simpel. Kita bisa dengan mudah menemukan mereka dimana-mana. Contohnya begini. Ada dahan yang patah dan menghalangi jalan. Lalu lintas pun jadi macet. Apa yang dilakukan generasi wacana? Dengan gadgetnya, mereka memotret dahan itu. Juga memotret kemacetan yang terjadi. Lalu, mengunggahnya ke media sosial, tentu disertai dengan komentar. Isinya kritik. "Dimana dinas pertamanan kita? Ada dahan yang tumbang kok didiamkan!" Lalu, ketika hasil unggahannya dikomentari banyak orang, senangnya bukan main.

Begitulah potret generasi wacana. Padahal, kalau mau membantu, dia bisa menyingkirkan dahan tersebut dari jalan. Tidak hanya berwacana. Begitulah kita juga saksikan sikap mereka terhadap asap. Itu hanya satu contoh. Contoh lainnya ada dimana-mana.

Sebagian generasi wacana tersebut memasuki dunia kerja. Karir beberapa di antara mereka meningkat dan menduduki posisi-posisi penting. Kalau diperusahaan swasta, mereka itulah yang berteriak paling keras ketika kondisi ekonomi menjadi lebih sulit. Misalnya, ketika pemerintah mengubah kebijakan atau ketika rupiah melemah/kembali menguat seperti sekarang ini.

Kalau didunia politik, mereka ributnya minta ampun. Persis seperti anggota DPR kita. Biasanya kritik sana, kritik sini, tetapi pekerjaan utamanya, seperti membuat undang-undang, malah tidak diurus.

Kalau dilingkungan pemerintahan, mereka adalah orang-orang yang sibuk mengamankan posisi dan cari adu selamat. Caranya? Adu pintar debat dan lihai membangun argumentasi. Mereka sangat pintar kalau soal ini. Tetapi, nyalinya langsung menciut ketika ditantang untuk mengambil keputusan.

Akibatnya, kita merasakan dampaknya. Penyerapan anggaran akan terus sangat rendah dan kinerja perekonomian kita melambat. Kalau pemerintah saja tidak punya nyali, apalagi kalangan swasta.

WE CHANGE

Kalau mau melihat masa depan suatu negara, lihatlah generasi mudanya. Kalau generasi mudanya mudah galau, hanya bisa berwacana, bisa ditebak kelak seperti apa nasib negaranya. Kata banyak orang, karena galau dan sibuk berwacana, negara kita tertinggal sepuluh tahun dari negara-negara lain.

Contoh gampang. Lihatlah jalan tol kita. Kita membangun jalan tol sejak 1973. Lebih dahulu ketimbang Malaysia dan Tiongkok. Tapi coba lihat berapa panjang jalan tol yang telah kita bangun.

Malaysia mulai membangun jalan tol pada 1990. Namanya jalan tol Anyer Hitam. Panjangnya sekitar 10 kilometer. Itu pun yang mengerjakan adalah BUMN kita, PT Hutama Karya. Kini panjang tol di Malaysia sudah mencapai 3.000 kilometer.

Tiongkok pun baru membangun. Jalan tol pertama pada 1990. Jalan tol pertama yang mereka bangun bernama Shenda, menghubungkan dua kota, Shenyang dan Dalian. Kini Tiongkok sudah memiliki jalan tol sepanjang 85 ribu kilometer. Anda tahu berapa panjang jalan tol yang sudah kita bangun hingga saat ini? Belum sampai 900 kilometer! Begitulah kalau negara lain sibuk membangun, kita sibuk berwacana lantaran tidak berani mengambil keputusan.

Jawa Pos,

17 Oktober 2015

[+/-] Selengkapnya...

Nasehat Buat Lelaki Paling Bahagia di Dunia

➡ Nasehat manis dikutip dari buku "lelaki yg paling bahagia di dunia" karangan syaikh Aidh AlQarni

💙0. mulailah harimu dengan sholat fajr dan doa-doa di pagi hari agar kau mendapatkan keberuntungan dan kesuksesan

💙1. lanjutkan dengan istighfar agar syetan menghindar darimu

💙2. jangan putus berdoa, karena sesungguhnya doa merupakan tali kesuksesan

💙3. ingatlah bahwa apapun yg kau katakan akan dicatat oleh malaikat

💙4. senantiasalah optimis meskipun engkau dalam puncak kesusahan

💙5. bahwa keindahan jari jemari karena ia terikat dengan tasbih

💙6. jika engkau menghadapi kegelisahan dan berbagai kegundahan maka ucapkanlah "laa ilaaha illallahu"

💙7. belilah dengan uang dirhammu (berinfaklah) untuk mendapatkan doa orang fakir dan kecintaan orang miskin

💙8. sujud panjang dengan khusyuk itu lebih baik daripada istana2 yang megah.                      
💙9. berfikirlah sebelum berkata, bisa jadi satu perkataanmu bisa mematikan (menyakiti hati orang)

💙10. berhati hatilah terhadap doa orang yang didholimi dan air mata orang yang terampas haknya

💙11. Sebelum engkau membaca buku, koran dan majalah, bacalah terlebih dahulu AlQur'an

💙12. jadilah kau sebab bagi keistiqomahan keluargamu

💙13. bersungguh-sungguhlah jiwamu melaksanakan ketaatan, karena jiwa manusia itu senantiasa mengajak kepada keburukan

💙14. Ciumlah telapak tangan kedua orangtuamu, kau pasti mendapatkan keridhoan

💙15. Baju-baju lamamu merupakan baju baju baru menurut orang orang fakir

💙16. janganlah kau marah, karena hidup ini sangat singkat dari yang kau bayangkan

💙17. Engkau senantiasa bersama dzat yang maha kuat maha kaya, dialah Allah 'azza wa jalla, 

💙18. Jangan kau tutup pintu terkabulnya doa dengan melakukan maksiat

💙19. sholat adalah sebaik baik penolongmu dalam menghadapi berbagai musibah dan kelelahan

💙20. hindari berburuk sangka, kau akan mendapatkan ketenangan dan kenyamanan

💙21. penyebab dari segala kegundahan adalah berpaling dari ALLAH, maka segeralah menuju kepada Nya.

💙22. Sholatlah kau, karena sholatmu akan menemanimu di kubur

💙23. jika kau mendengar orang yang meggunjing (ghibah) maka katakanlah padanya: bertaqwalah kau  kepada ALLAH

💙24. dawamkanlah (senantiasa) kau baca surat Tabarak (sural Al Mulk) karena ia adalah penyelamat

💙 25. orang yang mahruum (terhalang dari rahmat Allah) adalah orang yang terhalang dari mengerjakan sholat dg khusyuk dan mengalirkan air mata

💙26. Jangan kau hina orang mukmin yang sedang lalai

💙27. jadikanlah semua rasa cinta itu karena ALLAH dan Rasul Nya

💙28. maafkanlah orang yang menggunjingmu, karena dia telah menghadiahkan kebaikannya untukmu

💙29. sholat, tilawah, dzikir, merupakan hiasan dadamu

💙30. barangsiapa mengingat panasnya neraka maka ia akan bersabar terhadap dorongan untuk melakukan maksiat

💙31. selama qiyamullail ditegakkan, maka segala penyakit akan hilang, krisis akan berlalu, dan kesusahan akan lenyap

💙32. jauhilah "katanya dan katanya" karena kau masih punya pekerjaan bak gunung

💙33. Kerjakanlah sholat dengan khusyuk, karena  segala hal yang menantimu selain sholat itu lebih rendah urusannya daripada sholat

💙34. jadikanlah mushaf senantiasa disisimu, karena membaca satu ayat Al-Quran itu lebih baik daripada dunia dan isinya

💙35. kehidupan itu indah, dan lebih indah lagi jika kau sertai iman.

Semoga bermanfaat (dr WA ustadz Agung Cahyadi)

[+/-] Selengkapnya...

Dalam Al Quran Ada

Tahukah Anda? Dalam Al-Quran Itu Ada:

S : Berapa jumlah Surah dlm al-Quran?
J : 114 Surah
S : Berapa jumlah Juz dlm al-Quran?
J : 30 Juz
S : Berapa jumlah Hizb dlm al-Quran?
J : 60 Hizb
S : Berapa jumlah Ayat dlm al-Quran?
J : 6236 Ayat
S : Berapa jumlah Kata dlm al-Quran?, dan Berapa Jumlah Hurufnya?
J : 77437 Kata, atau 77439 Kata dan 320670 Huruf
S : Siapa Malaikat yang disebut dlm al-Quran?,
J : Jibril, Mikail, Malik, Malakulmaut, Harut, Marut, Al-Hafazoh, Al-Kiromulkatibun HamalatulArsy, dll.
S : Berapa Jumlah Sajdah (ayat Sujud) dlm al-Quran?
J : 14 Sajdah
S : Berapa Jumlah para Nabi yg disebut dlm Al-Quran?
J : 25 Nabi
S : Berapa Jumlah Surah Madaniyah dlm al-Quran?, sebutkan.
J : 28 Surah, al-Baqoroh, al-Imron, al-Nisa" al-Maidah, al-Anfal, al-Tawbah, al-Ra'd, al-Haj, al-Nur, al-Ahzab, Muhammad, al-Fath, al-Hujurat, al-Rahman, al-Hadid, al-Mujadilah, al-Hasyr, al-Mumtahanah, al-Shaf, al-Jum'ah, al-Munafiqun, al-Taghabun, al-Thalaq, al-Tahrim, al-Insan, al-Bayinah, al-Zalzalah, al-Nashr.
S : Berapa Jumlah Surah Makiyah dlm al-Quran? sebutkan.
J : 86 Surat, selain surah tersebut di atas.
S : Berapa Jumlah Surah yg dimulai dgn huruf dlm al-Quran?
J : 29 Surah.
S : Apakah yg dimaksud dgn Surah Makiyyah?, sebutkan 10 saja.
J : Surah Makiyyah adalah Surah yg diturunkan di Makkah sebelum Hijrah, seperti: al-An'am, al-Araf, al-Shaffat, al-Isra', al-Naml, al-Waqi'ah, al-Haqqah, al-Jin, al-Muzammil, al-Falaq.
S : Apakah yg dimaksud dgn Surah Madaniyyah? sebutkan lima saja?
J : Surah Madaniyah adalah Surah yg diturunkan di Madinah setelah Hijrah, seperti: al-Baqarah, al-Imran, al-Anfal, al-Tawbah, al-Haj.
S : Siapakah nama para Nabi yg disebut dlm Al-Quran?
J : Adam, Nuh, Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, Musa, Isa, Ayub, Yunus, Harun, Dawud, Sulaiman, Yusuf, Zakaria, Yahya, Ilyas, Alyasa', Luth, Hud, Saleh, ZulKifli, Syuaib, Idris, Muhammad Saw.
S : Siapakah satu-satunya nama wanita yg disebut namanya dlm al-Quran?
J : Maryam binti Imran.
S : Siapakah satu-satunya nama Sahabat yg disebut namanya dlm al-Quran?
J : Zaid bin Haritsah. Rujuk dlm surah Al Ahzab ayat 37.
S : Apakah nama Surah yg tanpa Basmalah?
J : Surah at-Tawbah.
S : Apakah nama Surah yg memiliki dua Basmalah?
J : Surah al-Naml.
S : Apakah nama Surah yg bernilai seperempat al-Quran?
J : Surah al-Kafirun.
S : Apakah nama Surah yg bernilai sepertiga al-Quran?
J : Surah al-Ikhlas
S : Apakah nama Surah yg menyelamatkan dari siksa Qubur?
J : Surah al-Mulk
S : Apakah nama Surah yg apabila dibaca pada hari Jum'at akan menerangi sepanjang pekan?
J : Surah al-Khafi
S : Apakah ayat yg paling Agung dan dlm Surah apa?
J : Ayat Kursi, dlm Surah al-Baqarah ayat No.255
S : Apakah nama Surah yg paling Agung dan berapa jumlah ayatnya?
J : Surah al-Fatihah, tujuh ayat.
S : Apakah ayat yg paling bijak dan dlm surah apa?
J : Firman Allah Swt :" Barang siapa yg melakukan kebaikan sebesar biji sawi ia akan lihat, Barang siapa melakukan kejahatan sebesar biji sawi ia akan lihat.. (Surah al-Zalzalah ayat 7-8)
S : Apakah nama Surah yg ada dua sajdahnya?
J : Surah al-Haj ayat 18 dan ayat 77.
S : Pada Kata apakah pertengahan al-Quran itu di Surah apa? ayat no Berapa?
J : وليتلطف Surah al-Kahfi ayat No. 19.
S : Ayat apakah bila dibaca setiap habis Sholat Fardhu dpt mengantarkannya masuk ke dalam surga?
J : Ayat Kursi.
S : Ayat apakah yg diulang-ulang sbyk 31 kali dlm satu Surah dan di Surah apa?
J : Ayat فبأي آلاء ربكما تكذبانِ ) pada Surah al-Rahman.
S : Ayat apakah yg diulang-ulang sbyk 10 kali dlm satu Surah dan di surah apa? Apakah ayat ini ada juga disebut dlm surah lainnya? Di Surah apa?
J : Ayat (ويل يومئذ للمكذبين) pada Surah al-Mursalat, juga ada dlm Surah al-Muthaffifiin ayat No. 10.
S : Apakah Ayat terpanjang dlm al-Quran? pada Surah apa? Ayat berapa?
J : Ayat No 282 Surah al-Baqarah.

[+/-] Selengkapnya...

BUDAYA MENGHUKUM DAN MENGHAKIMI PARA PENDIDIK DI INDONESIA

oleh: Prof. Rhenald Kasali
(Guru Besar FE UI)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal, dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya, tulisan itu buruk. Logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat.

"Maaf, Bapak dari mana?"

"Dari Indonesia," jawab saya.

Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

"Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak
anaknya dididik di sini," lanjutnya.

"Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! " Dia pun melanjutkan argumentasinya.

"Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam.
Padahal, saat menempuh ujian program doktor di luar negeri, saya dapat melewatinya dengan mudah. Pertanyaan para dosen penguji memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun, suasana ujian dibuat sangat bersahabat.

Seorang penguji bertanya, sedangkan penguji yang lainnya tidak ikut menekan. Melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan
kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

Etikanya, seorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan. Tapi yang sering terjadi di tanah air justru penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya.

Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukannya melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul.

Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga cenderung menguji dengan cara menekan. Ada semacam unsur balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Lantas saya berpikir, pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakter hasil didikan guru-gurunya sangat kuat: yaitu karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti."

Malam itu, saya pun mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa bersalah karena telah memberinya penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya justru mengatakan bahwa "gurunya salah". Kini, saya mampu melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut?

Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau...; Nanti...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun, di lain pihak juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat.

Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, kecerdasan manusia dapat tumbuh, tetapi sebaliknya juga dapat menurun.

Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh. Tetapi, juga ada orang yang "tambah pintar" dan ada pula orang yang "tambah bodoh"😄

[+/-] Selengkapnya...

Ataya Outbond ke Amanah Farm di Tawang Mangu

[+/-] Selengkapnya...

Syarat Hidup

Sharing dr blog Aditya Mulya 😊😉

October 12th, 2015

Generasi Sebelumnya

Ada seorang operations manager dari sebuah client kantor gue – yang cool banget. Kita undang dia makan siang dan nasinya keras. Kita sebagai vendor yang baik, meminta maaf. Dia bilang,

“Gak papa. Justru saya suka nasi keras. Gak suka tuh saya, beras sushi.”

“Kok sukanya nasi yang keras Pak?” I cannot help but to ask.

“Iya, orang tua saya ngajarin jangan pernah buang makanan. Nasi kemarin juga kita makan.”

This may be simple. But this, blew my mind.

Dan setelah gue menjadi orang tua, di sini lah gue lihat banyak orang tua mulai mengambil langka yang tidak disadari, berdampak.

“Saya waktu kecil, miskin. Saya pastikan anak-anak saya mendapatkan yang terbaik, termahal.”

“Waktu kecil, saya makan aja susah. Saya pastikan mereka itu sekarang makan enak.”

“Waktu kecil, saya belajar ditemani lilin dan 2 buku. Sekarang anak saya, saya sekolahkan ke Inggris.”

We experienced the worst and therefore we tend to give the best.

The question is, is the best…is what our children need? Really?

Orang sukses itu menjadi sukss karena (1) dididik dengan benar, terlepas dari dari apakah dia kaya atau miskin (2) dididik oleh kesulitan yang dia hadapi.

Kita akui ada anak orang kaya yang tetap jempolan attitudenya dan perjuangannya. Tapi kita lihat kebanyakan orang sukses juga dulunya sulit. Kesulitan (dalam beberapa kasus, kemiskinan) itu yang menjadi drive orang-orang untuk menjadi sukses. Ini adalah resep yang nyata. Kesulitan yang orang-orang sukses ini hadapi adalah ladang ujian di mana mereka menempa diri mereka menjadi orang sukses.

Pertanyaannya, jika kita ingin mencetak anak-anak yang bermental baja, kenapa kita justru memberikan semua kemudahan? Kenapa justru kita hilangkan semua kesulitan itu?

Karena dengan menghilangkan kesulitan-kesulitan itu, justru kita menciptakan generasi yang syarat hidupnya banyak.

Generasi Berikutnya

Apa yang terjadi dengan dari hasil thinking frame ‘dulu saya susah, saya tidak ingin anak saya susah’? Ini yang terjadi:

Anak dari teman ibu gue terbiasa makan beras impor thailand. Di 98, kita terkena krisis dan orang tuanya tdiak lagi mampu beli beras impor. Yang terjadi adalah, anaknya gak bisa makan.

Ada anak dari teman yang terbiasa makan es krim haagen dasz, ketika pertama kali makan es krim lokal, dia muntah.

Ada cucu yang ngamuk di rumah neneknya karena di rumah nenek, gak ada air panas.

Gue tidak mencibir mereka. Apa adanya seorang manusia itu terjadi dari nature dan nurture. Semua ini, adalah nurture.

Bahkan di kantor pun sama. Di kantor kebetulan gue jadi mentor seseorang (saat ini). Dalam sebuah kesempatan, dia pernah berkata “Duh, gak nyaman di posisi ini.”

Di lain kesempatan, “Sayang ya, si X resign, padahal dia membuat saya nyaman di kantor sini.”

Pada kali kedua gue mendengar mentee gue ngomong ini, gue mulai masuk “Kamu sadar gak, kamu udah 2 kali menggarisbawahi bahwa kenyamanan dalam kerja itu, penting bagi kamu.”

“…”

“Emang sih idealnya nyaman. Tapi sayangnya, this is life. We don’t get to pick ideal situations. Sometimes we need to settle with what we have and deal with it.

Tentang kenyamanan, coba jadikan itu sebagai sesuatu yang ‘nice to have’ dan bukan ‘must have’.”
 
What to Do?

Gue menyukai cara Sultan Jogja mendidik anak-anaknya. Gue pernah dengar bahwa di saat batita, anak sultan dikirim untuk hiidup di desa. Makan susah, main tanah, mandi di sumur. Intinya, meski dia anak sultan, dia tidak tahu bahwa dia anak sultan dan dia merasakan standar hidup yang rendah – dan merasa cukup dengan itu. Setelah agak besar, dia kembali ke istana. Dampaknya, semua Sultan, bersikap merakyat. Dia makan steak, tapi dia tahu bahwa steak yang dia makan adalah sebuah kemewahan. Bukan sebuah syarat hidup niminum.

Gue pun memiliki syarat-syarat hidup. Semenjak menjadi seorang bapak, gue berubah total dan gue kikis hilang itu semua. Karena gue tidak ingin anak-anak gue memiliki syarat hidup yang banyak. Dan satu-satunya cara memastikan itu terjadi adalah bahwa gue pun tidak boleh memiliki syarat hidup banyak.

Gue mengajak mereka naik kopaja atau transjakarta setiap hari ke sekolah, sebelum mereka merasakan bahwa naik angkutan umum itu, rendah.

Gue membiarkan mereka tidur di lantai. Siapa tahu suatu saat nanti mereka harus terus-terusan.

Gue mematikan AC saat mereka tidur – siapa tahu mereka suatu saat cannot afford air conditioning.

Gue tidak menginstall air panas karena gue ingin anak-anak gue baik-baik saja jika suatu saat nanti mereka tiap hari harus mandi air dingin.

Gue melarang mereka main tablet karena gue ingin mereka tidak tergantung dengan kemewahan itu.

Gue melarang mereka menilai teman dari merk mobil mereka karena merk mobil itu gak pernah penting, dan gak akan penting.

Kita pergi ke mall memakai kopaja. And we have fun ketawa-ketawa, seperti jutaan orang lain.

Gue tidak membuang nasi kemarin yang memang masih bagus. Instead gue makan sama anak-anak gue. Siapa tahu suatu saat, that is all they can afford. Agak keras. And we like it.

We teach them to pursue happiness so that they learn the value and purposes of things. Not the price of things.

Nasi kemarin yang masih perfectly safe to eat, masih punya value. Kopaja dan mercy memiliki purpose yang sama, yaitu mengantar kita ke sebuah tempat.

AC atau gak AC memberikan balue yang sama. A good night sleep.

Kenapa semua ini penting? Kita harus ingat bahwa generasi bapak kita adalah generasi yang bersaing dengan 3 milyar orang. Mereka bisa mengumpulkan kekayaan dan membeli kemudahan untuk generasi kita. Kita harus bersaing dengan 7 milyar orang. Anak kita nanti mungkin harus bersaing dengan 12 milyar orang di generasi mereka.

One needs to be a fucking tough person to be able to compete with 12 billion people. Dan percaya lah, memiliki syarat hidup yang banyak, tidak akan membantu anak-anak kita bersaing dengan 12 milyar orang itu.

[+/-] Selengkapnya...

SEKOLAH KNOWING VS SEKOLAH BEING?

Share dari WA

Satu hari saya kedatangan seorang tamu d SEKOLAH KNOWING VS SEKOLAH BEING? ari Eropa, saya menawarkannya melihat-lihat objek- wisata kota Jakarta. 

Pada saat kami ingin menyeberang jalan, kawan saya ini selalu berusaha untuk mencari zebra cross.

Berbeda dengan saya dan orang Jakarta yang dengan mudahnya menyeberang dimana saja suka, teman saya ini tetap tidak terpengaruh oleh situasi, dan terus mencari zebra cross setiap kali mau menyeberang. Padahal di Indonesia tidak setiap jalan dilengkapi dengan zebra cross.

Yang lebih memalukan meskipun sudah ada zebra cross tetap saja para pengemudi tidak mau memberikan jalan dan tetap menancap gas sehingga rekan saya sering menggeleng-gelengkan kepalanya tanda begitu kagumnya terhadap prilaku bangsa kita.

Akhirnya saya coba menanyakan pandangan teman saya ini mengenai fenomena menyebrang jalan tadi.

Saya bertanya mengapa orang-orang di negara kami menyebrang tidak pada tempatnya, meskipun mereka tahu bahwa Zebra Cross itu adalah untuk menyebrang jalan. Sementara dia selalu konsisten mencari zebra Cross meskipun tidak semua jalan di negara kami dilengkapi dengan zebra cross.

Pelan-pelan dia menjawab pertanyaan saya.
Katanya.... It's all happened because of The Education System.

Wah.. bukan main kagetnya saya mendengar jawaban rekan saya.

Apa hubungan menyebrang jalan sembarangan dengan sistem pendidikan...?

Lalu dia melanjutkan penjelasannya,

Di dunia ini ada dua jenis sistem pendidikan, yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan anak-anak kita menjadi mahluk “Knowing” atau sekedar tahu saja, sedangkan yang lainnya sistem pendidikan yang mencetak anak-anak menjadi mahluk “Being”.

Maksudnya...., ?

Ya kebanyakan sekolah yang ada hanya bisa mengajarkan banyak hal untuk diketahui para siswanya...sementara sekolah tadi tidak mampu membangun kesadaran siswanya untuk mau melakukan apa yang dia ketahui itu sebagai bagian dari kehidupannya. Sehingga anak-anak tumbuh hanya menjadi “Mahluk Knowing” hanya sekedar mengetahui bahwa zebra cross adalah tempat menyeberang, tempat sampah adalah untuk menaruh sampah tapi mereka tetap menyebrang dan membuang sampah sembarangan.

Sekolah semacam ini biasanya memiliki banyak sekali mata pelajaran yang diajarkan... hingga tak jarang membuat para siswanya stress dan mogok sekolah, segala macam di ajarkan dan banyak hal yang di ujikan...tetapi tak satupun dari siswa yang menerapkannya setelah ujian dilakukan.
Karena ujiannyapun hanya sekedar tahu...“Knowing”.

Di negara kami... sistem pendidikan benar-benar di arahkan untuk mencetak manusia-manusia yang tidak hanya tahu apa yang benar akan tetapi mereka juga mau melakukan apa yang benar sebagai bagian dari kehidupannya.

Di negara kami anak-anak hanya di ajarkan 3 mata pelajaran pokok yakni Basic Sains, Basic Art dan Social yang dikembangkan melalui praktek langsung dan studi kasus vs kejadian nyata diseputar kehidupan mereka.

Mereka tidak hanya tahu, melainkan mereka juga mau menerapkan ilmu yang diketahuinya dalam keseharian kehidupan mereka.

Anak-anak ini juga tahu persis alasan mengapa mereka mau atau tidak mau melakukan sesuatu.

Cara ini mulai di ajarkan pada anak sejak usia mereka masih sangat dini agar terbentuk sebuah kebiasaan yang kelak akan membentuk mereka menjadi mahluk “Being”.

Yakni manusia-manusia yang melakukan apa yang mereka tahu benar.

Wow...!

Betapa sekolah begitu memegang peran yang sangat penting bagi pembentukan prilaku dan mental anak-anak bangsa.

Betapa sebenarnya sekolah tidak hanya berfungsi sebagai lembaga sertifikasi yang hanya mampu memberi ijazah para anak bangsa.

Kita mestinya lebih arahkan pendidikan untuk mencetak generasi yang tidak hanya sekedar tahu tentang hal-hal yang benar tapi jauh lebih penting untuk mencetak anak-anak yang mau melakukan apa-apa yang  mereka ketahui itu benar....
Mencetak manusia-manusia yang “Being”.

Apakah tempat anak-anak kita bersekolah telah menerapkan sistem pendidikan dan kurikulum yang akan menjadikan anak-anak kita untuk menjadi mahluk “Being” atau hanya sekedar "knowing".
Semoga bermanfaat...
Indahnya berbagi...

[+/-] Selengkapnya...

 

© 2007 Arsip Cyber: Oktober 2015 | Design by Rohman abdul manap | Template by : Template Unik