Bagi saya kalo memang menjadi wanita karir, skalian yang prestatif dan profesional. Jangan cuma menjadi -maaf- staf kacangan. Ada atau tidak adanya kita tidak ada bedanya. Sayang, sudah meninggalkan rumah dan anak-anak +/- 10jam. Eman dah ngorbankan waktu keluarga kalo kontribusinya kecil hanya sbatas gaji, apalagi tidak sebrapa!
Saya bukan wanita karir, tetapi saya mom-preuner. Ibu rumah tangga yang enterpreuner. Insyaallah saya memutuskan untuk tidak mengajar. Saya juga sempat menolak tawaran menjadi manager catering dengan gaji lumayan. karena saya sudah mengukur diri dan keluarga saya. Tetapi saya juga pengen punya wadah ekspresi dan aktualisasi diri, tapi menghasilkan secara materi, karena jujur setelah menikah walaupun suami bisa memberi lebih, tetap enak kalo kita pegang uang dari usaha kita sendiri. Terus gimana? saya pilih kerja yang tidak perlu meninggalkan Tsabita. Tetap bisa memantau tiap pertambahan kemampuannya. Tidak melewatkan suapan pertamanya, tidak melewatkan langkah pertamanya, kata pertamanya, dsb
Yup, jadi enterpreuner pilihan saya. Tidak terikat waktu. Kerja ayo, tidak kerja juga tidak ada yang negur. Semua kendali penuh ada di kita. saya jalankan proyek voucher hotel bersama suami. Saya coba pasarkan coklat-flanel, buku mizan, dsb. Saya Manfaatkan social media, untuk pemasaran. Tidak perlu keluar rumah. Kalaupun harus antar barang, ada kurir yang bisa kita pakai jasanya. Kalopun ketemu mitra bisnis tetep bisa ajak tsabita sambil main.
Sekali lagi wanita karir itu pilihan. Ibu rumah tangga adalah kewajiban. Siapkan mulai sekarang. Termasuk belajar menjadi istri sekaligus ibu yang baik. Belajar masak, urus rumah tangga, belajar pendidikan anak dsb. Jangan tunggu kalau sudah nikah dan ketemu masalah baru blajar. Sama kayak dokter yang baru cari referensi obat saat pasien datang, pasti kelabakan kan?
Apapun pilihannya bekerja atau dirumah saja, ibu rumah tangga adalah prioritas. Anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Dan setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jangan marah, janga kecewa, ketika anak-anak kita tidak menjadi kebanggaan seperti yang kita harapkan. Mengaca pada diri sendiri, bagaimana kita mendidiknya??
Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah menyiapkan anak-anak kita? Merekatkan jalinan emosional dengannya?
Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita? Menyiapkannya menjadi anak-anak sholeh yang doanya tidak akan putus bagi kita, orang tuanya?
Apapun pilihannya, bekerja atau tidak bekerja, kita berharap agar Allah selalu menuntun langkah kita, mengajari kita, menempa diri kita agar layak menyandang gelar istri shalehah yang dari tangan-tangan lembut kita tercipta generasi yang tangguh, sukses dan bahagia, dunia akhirat.
Wallahu a’lam
Tulisan ini dibuat 1 tahun lalu, dan sampai skrg saya masih sangat menikmati peran dan slogan “i’m not a working mom, but i’m a mompreneur” dengan menjadi salah satu kontributor buletin untuk indosat, pasarkan kerupuk lombok, suplemen wanita, buku-buku edukasi, tiket seminar, dsb. Moga barakah. Dan yang paling penting, semua saya kerjakan tanpa perlu meninggalkan anak-anak, karena saya tau bagaimana kemampuan saya yang kurang bagus bagi waktu kalo harus memilih bekerja di luar rumah ^^
Ditulis oleh : Ibu Euis Kurniawati
0 Comments:
Post a Comment